Selasa, 28 Juni 2011

PAINTINGS IN DREAMS 2

Seorang wanita sehat dan langsing, sedang asik dengan bunga-bunga yang ada di hadapannya. Satu persatu mulai bunga-bunga itu dipilih. Mulai dari warna merah, ungu, putih hingga kuning bunga aster di ambilnya. Tak lama kemudian, bunga-bunga itu dimasukkan keranjang dan dirangkainya menjadi rangkaian bunga yang indah.

Dari kejauhan terlihat Samsul yang mengamati gerak-geriknya, si wanita nan sehat dan langsing melihat Samsul dan tersenyum. “ kau mencari sesuatu?” kata si wanita.

Kringat dingin mengucur deras dari sekujur tubuh Samsul, Waktu semakin mencekik gelapnya malam.

“Sial, lagi-lagi aku mimpi wanita itu. Siapa dia sebenarnya? Apa maksud dia slalu hadir dalam mimpiku. Bahkan sebelumnya tak pernah aku bertemu dengannya. Slalu orang yang sama. “ Samsul mencoba menarik nafas dalam secara perlahan, di hembuskannya secara perlahan seakan gundah yang dia rasakan ikut lepas bersama hembusan nafasnya.

****000****

Sang surya mulai menunjukkan kepalanya, membelah langit pudarkan mimpi. Samsul bergegas menelusuri ruang seninya. Dia memicingkan mata mengamati lukisan yang belum sempurna. Dicobanya mengingat wajah wanita yang selalu hadir dalam mimpinya. Mulai disapunya kuas-kuas dengan cat yang dipilihnya, jari-jari senimannya melayang seperti tanpa arah. Mengikuti otak yang bekerja mengingat wanita dalam mimpinya. Lukisan ini harus segera selesai, hati Samsul memaksa untuk segera menyelesaikan lukisan itu.

Dalam suasana yang sunyi, detak jantung Samsul berirama selaras dengan detak jam dinding kuno yang terpajang diujung barat ruangan tersebut. Sesekali diliriknya jam itu,dilirikan ke lima kalinya jarum pendek menunjuk tepat diangka sepuluh,sedangkan jarum panjangnya berada ditengah-tengah angka dua dan tiga. Tanpa terasa waktu telah berputar begitu cepat, sedangkan lukisan itu baru 80% tergambar. “ masih butuh 20 % lagi untuk lukisan ini menjadi semputna”. Keluh samsul masih dalam rasa optimis.

Krukk…

Dalam suasana yang sunyi, bunyi perut Samsul terdengar begitu nyaring. Entah karena suasana yang sepi atau memang cacing-cacing yang berada dalam perus Samsul sangt kelaparan. Diurungkannya melanjutkan melukis. Dia lebih memilih menuruti kemauan perutnya yang melilit minta diisi, samsul beranjak keluar menuju meja makan yang telah tersedia beberapa menu makanan dan sepertnya telah dingin termakan angin. Wajar saja, makanan-makanan itu telah dihidangkan bik Minah dari jam tujuh pagi.

Samsul tak ambil pusing, mau hangat atau pun dingin makanan itu yang terpenting cacing-cacing dalam perutnya tak menggerogoti lambungnya yang nanti berujung magh.

“ Say Goodnightand Go…”

Tiba-tiba terdengar intro lagu Goodnight and Go dari Imogen Heap. Romi menelpon.

“ Hallo Rom…! “

“ Sam, kau dimana sekarang? Besuk terakhir pendaftaran mengikuti Pagelaran Seni Lukis, kau jadi ikut tidak? Pokonya aku daftarkan kau ikut ya? Besuk beberapa lukisanmu antar ke Gedung Seni Raden agar di persiapkan untuk Pagelaran lusa”

Klik…

Belum saja Samsul menjawab, Romi begitu saja menutup telponnya. Itu memang disengaja, Romi sangat mengingikan sahabatnya menjadi seorang seniman hebat. Kalau romi sudah mendaftarkan tak ada pilihan lain untuk Samsul menolaknya. Yang ada dalam benak samsul hanyalah dia harus sesegera mungkin menyelesaikan lukisan wanita dalam mimpinya.

Semakin semangat bukan main Samsul menyelesaikan lukisan itu, dia ingin ketika Pagelaran nanti lukisan itu yang dipajang. Dia berharap wanita dalam lukisan itu hadir dalam dinia nyatanya. “ siapa tau ketika Pagelaran nanti wanita itu melihat lukisannya dan mencariku, mungkin Tuhan menemukan jodohku lewat mimpi”. Samsul menerka-nerka apa yang diharapkan dalam imajinasinya.

Tak perlu menunggu besuk pagi, lukisan itu akhirnya terselesaikan. Sangat sempurna terlihat wanita yang cantik, langsing, berambut panjang menutup dada bagian kanannya, mengenakan gaun berwarna putih. Lukisan itu hanya sebatas lutut. Terlihat sorot matanya yang penuh keindahan dan senyum yang merekah penuh kedamaian.

****&&&****

Sepuluh hari sudah berlalu sejak pertengkaran hebat Romi dengan Selfi. Sejak itu pula tak ada diantara mereka yang mencoba saling menghubungi. Hubungan Romi dan Selfi kini berada pada titik paling kritis sepanjang sejarah mereka. Hanya semata-mata karena Romi dijodohkan orang tuanya, lebih tepatnya bukan semata-mata dech…melainkan menuju masalah yang fatal. Selfi merasa kecewa karena Romi tak bisa berbuat apa-apa untuk menolak perjodohan itu.

“ Sel, aku mohon beri aku waktu. Aku juga tidak menginginkan perjodohan ini. Aku hanya mencintai kamu, tapi…”

“ Tapi karena kamu tidak bisa menolak permintaan mama mu?. Aku udah capek mendengar alasan itu Rom”. Suara Selfi memotong kalimat yang diucapkan Romi.

“Aku janji Sel. Aku akan jelaskan ke mama tentang hubungan kita. Aku hanya mau kamu yang menjadi pendamping hidupku. Tapi memang butuh waktu Sel. Mama bisa shock jika saat ini aku menolak permintaannya.” Jelas Romi, berharap Selfi mengerti.

“ Tapi sampai kapan Rom, aku harus merelakan kamu jalan dengan gadis itu? Aku gak rela Rom, gak rela”. Air mata Selfi mulai menjalar di belantara pipinya yang merekah karna sapuan blason. Yang tak lama kemudian mulai memudar karena semakin memecah tangis Selfi. Romi mencoba meraih tangan Selfi, digenggamnya erat seolah memberikan kekuatan. Dipeluknya erat tubuh Selfi yang terasa begitu rapuh. Sudah pasti selfi sangat tersiksa dengan kejadian ini.

“ Sel, aku janji sama kamu. Aku gak akan ninggalin kamu. Aku akan bicarakan ini dengan gadis yang dijodohkan denganku. Ku rasa dia juga tidak menginginkan pejodohan ini. Kamu sabar ya?”. Di sekanya air mata yang masih tersisa di pipi Selfi. Selfi hanya bisa menganggung pelan, dicobanya untuk tersenyum, namun terlihat begitu terpaksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar