Rabu, 07 September 2011

Dia Kok Tiba-Tiba Diam, Apa Aku Salah ?

Sebelumnya aku ucapkan Minal Aidin Wal faidzin, Mohon Ma'af Lahir dan Batin. Masih dalam nuansa Syawal, semoga segala hati yang penuh kotor menjadi bersih kembali. Amien...

Mudik Idul Fitri sepertinya telah menjadi tradisi di Negara Indonesia, berkunjung ke kampung halaman, kesanak saudara hingga mengadakan Reuni teman-teman sekolah pun ikut andil.

Silaturahmi ke saudara, kerabat, tetangga, teman hingga musuh bebuyutanpun berjalan dengan ikhlas dan senang hati. Seperti biasanya saat-saat Idul Fitri banyak teman-teman SMA ku yang maen ke rumah, kadang sampai bisa reuni dadakan. Idul Fitri tahun ini agak berbeda dengan tahun-tahun lalu. Teman-teman hanya beberapa yang datang silaturahmi, mungkin ini efek dari umur yang semakin Tua ;-) hehe...!.

H + 3 Chisay datang sesuai janjinya. Aku pun menyambutnya dengan bahagia, hummm namanya juga pas kangen. Terlihat lelah ia rebahkan tubuhnya di bangku kayu ukir diruang tamu, tentunya setelah bersalaman dengan Ayahku. Ku ambilkan air minum untuknya. Di teguknya, berharap berharap mengurangi dahaga yang ia rasakan selama perjalanan. Ku pandang wajahnya, seraya aku berharap kerinduan yang ku rasakan sekian hari berkurang dengan menatapnya. Ku rasa ia pun begitu. Inginnya ku sentuh da ku peluk ia. Tentu itu tak ku lakukan, karena aku ingin menjaga.

Setelah sekian menit berlalu, terdengar suara motor yang berhenti di depan rumahku. Ku intip dari balik kaca rumahku, yang kebetulan tepat dari ruang tamu bisa terlihat jelas. Sedikit agak kaget aku melihat sosok itu muncul di depan rumahku. Orang yang tak ku harapkan datang saat itu. Ia adalah mantanku. Oh sungguh aku menjadi tak enak hati dengan Chisay. Yang ku takutkan Chisay berfikir bahwa aku yang mengundangnya dengan sengaja ketia ia datang. Padahal, aku tak sedikitpun menyangka akan datang tepat Chisay datang. Aku tau Chisay mengenalinya. Aku hanya bisa diam.

Merekapun bersalaman untuk kenalan. Mungkin mantan belum sadar siapa yang ada dihadapannya. Mereka ngobrol dengan santai. Hingga percakapan mereka terhenti, mantan sambil memegang undangan dari temanku. Hingga muncul pertanyaan yang seharusnya tak perlu dia tanyakan. Karna pertanyaan itu akan menyakitkannya.

" Dirimu kapan?" sembari melambailan undangan ditangannya.
Terkaget pastinya diriku mendengar pertanyaan itu. Aku hanya bisa menjawab jujur, dan memang wajib jujur. " Insyaallah tahun depan." jawabku singkat sambil menunduk. Gak berani menatap di antara mereka berdua. " Calonnya? ". Pertanyaan yang lebih konyol buatnya. Dan aku hanya ingin membuktikan bahwa aku serius dengan Chisay tanpa memikirkan gimana sakitnya perasaan mantan yang masih berharap. Aku jawab sambil menatapnya sekilas dan beralih ke Chisay " Itu dihadapanmu ". Entah apa yang ada di hatinya, aku pun tak tau. Yang kulihat, ada kegetiran di matanya. Tapi itu lah yang harus dia terima kenyataannya.

Setelah kejadian itu Chisay tiba-tiba berubah diam. Seharian bersamaku tak ada keceriaan sedikitpun. Aku fikir, dia kecewa hari ini. Aku fikir, dia berfikir bahwa aku sengaja. Atau apa yang salah denganku. Jawabanku?. Ku rasa jawaban itu tidakl menyakitinya, karna aku tak menutupi bahwa dia calonku. Tapi kenapa seolah-olah aku salah besar. Apa sebenarnya yang dia rasakan?.

Hingga waktuku seharian habis dengannya. Tetap tanpa aku tau apa sebenarnya yang ia rasa. Ku tanya berulang kali ia hanya menjawab. " Aku gak kenapa-kenapa, aku baik-baik saja". Hingga di pulang membawa raut masam. Dan aku pun dalam tanda tanya yang besar. Dia kok tiba-tiba diam, apa aku salah?.

Esoknya kediamannya terkuak, segala kediamannya itu bersumber dari ketakutannya, dari rasa cintanya yang begitu besar. Takut jika aku kembali padanya. Takut jika aku meninggalkannya. Takut cintaku pada mantanku tumbuh kembali. Diamnya menjadikanku cemas, kediamannya menjadikan aku bingung, kediamannya menjadikan aku takut, takut aku telah menyakitinya tanpa aku sadari. Kediamannya membuatku menerka-nerka, hingga aku mengerti dari setiap ungkapannya yang lembut. Hummmm ternyata aku tak pernah bisa mengerti sikap-sikapnya. Semoga dia bisa menerimaku yang begitu sulit mengerti dan mengartikan sikapnya.

1 komentar: