Minggu, 14 Juli 2013

Kata Hati



Malam ini adalah malam menjelang pernikahan Zilla. Jangankan bahagia yang ia rasakan. Nyeri diujung ulu hatinya. Sesak disetiap tarikan napasnya. Bahagia yang pernah ia gambarkan menjelang pernikahan tak lagi mampu ia gambarkan saat seperti ini. Pernikahan yang akan ia jalankan untuk seumur hidupnya. Andai saja ia menikah dengan laki-laki yang dicintainya, sudah pasti ia bahagia. Esok adalah hari dimana ia akan berkorban jiwa dan raganya demi orangtuanya.

“Tak inginkah kamu melihat Ibu dan Bapakmu ini bahagia Nduk!” ucapan Ibu Zilla yang dianggapnya bukan sebuat pertanyaan, bukan juga pilihan, tapi penekanan agar ia menuruti perjodohannya dengan seorang pengusaha yang baginya lebih pantas menjadi ayahnya.

Ucapan Ibunya terus-terusan menggema di dinding-dinding gendang telinganya. Gemanya menyedot seluruh pusat sarafnya. Zilla meringkuk memeluk lututnya di sudut tempat tidurnya. Air mata tak henti membanjiri pipi yang berminggu-minggu tanpa polesan make up. Sesekali ia memegangi kepalanya. Menjampak sekuat-kuatnya mencoba menyingkirkan rasa sakit di kepalanya efek gema ucapan ibunya.

Angin bersama hujan berdendang tak beraturan seolah merasakan sakit yang ia rasakan. Hujan yang menambah rasa rindu yang meluap pada Refo~laki-laki yang teramat sangat ia cintai. Ritme dendangnya pun berubah semakin kencang. Menghempas daun candela kamarnya.

Ia pun beranjak menyentuh daun candela yang bergetar karna hempasan angin yang bertiup kencang. Dibukanya perlahan. Ditatapnya malam yang pekat berselimut hujan yang begitu deras hingga titik-titik air dapat ia rasakan menghempas wajahnya.

Terlihat samar-samar bayangan seorang laki-laki menghampirinya. Debaran jantungnya kian tak beraturan saat ia sadar ternyata Refo yang menghampirinya. Bibirnya masih terkatup rapat. Hanya derai air mata yang luruh di hadapan Refo. Dibelainya wajah teduh lelaki yang ia cintai. Betapa ia tak ingin meninggalkan dan terlepas dari Refo.

“Zilla, pergilah bersamaku. Kita tinggalkan semua. Hiduplah bersamaku selamanya Zilla. Aku tak sanggup melihatmu terluka, apa lagi meninggalkanmu untuk selamanya” Refo mengulurkan tangannya. Berharap Zilla merengkuh tangannya dan pergi bersamanya.

Zilla masih bungkam tak sanggup mengungkapkan apapun. Ia hanya mampu menganggukkan kepalanya pelan. Diraihnya tangan Refo. Zilla melompat dari candela dan berlari menembus derai hujan bersama Refo.
Hujan masih terus memburu dengan rinainya. Angin tak henti meniupkan hawa dingin kesekujur tubuh Zilla dan Refo. Mereka menembus jalanan yang begitu lengang. Zilla menengadahkan tangannya dan menatap langit yang begitu pekat. Membiarkan derai hujan jatuh lepas kewajahnya. Merasakan tetesnya lepas bersama butiran air matanya. Inilah pilihan yang membuatnya lega. Mengikuti kata hati dengan sepenuh jiwanya.

Catatan: Karya ini pernah memenangkan kuis yang diadakan Handoko T. Zainsam ( http://www.facebook.com/handoko.f.samudji?ref=ts&fref=ts  ) ; penulis Love in Anomaly dan
kumpulan puisi Ma'rifat Bunda Sunyi. Kuis tersebut di selenggarakan di group CK Writing (Writing Studies) http://www.facebook.com/groups/356682831011368/?ref=ts&fref=ts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar